Hakikat pendidikan adalah mencerdaskan bangsa. Pembukaan UUD
45 menyatakan, "Pendidikan bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
ikut menjaga ketertiban dunia". Sejauh ini pendidikan diyakini sebagai
alat ampuh yang mampu memberikan identitas dan memberikan karakter bagi setiap
individu dalam kehidupan bangsa.
Ketika kita dihadapkan pada upaya membangun karakter bangsa
(character building), kita tidak akan bisa lepas dari yang namanya pendidikan.
Pendidikan merupakan salah satu tolok ukur kemajuan suatu bangsa dan negara
dalam berbagai bidang, baik di bidang ekonomi, politik, sains maupun teknologi.
Artinya, pendidikan dapat membangun kepribadian atau
identitas bangsa yang berintelektualitas serta mampu bersaing dan bertaruh
dalam era kekinian. Keberhasilan dunia pendidikan akan memberikan dampak yang
efektif dalam pembentukan individu maupun karakter bangsa, dan membentuk
karakter peradaban sebuah bangsa dan negara. Keberhasilan sebagai bangsa
memberikan citra diri yang positif dalam pembentukan sumber daya manusia
seutuhnya dan identitas bangsa. Dengan demikian, akan mampu menyejajarkan diri
dengan negara-negara lain.
Itulah kira-kira beberapa pangkal pokok dan idealisasi yang
seharusnya menjadi formulasi dalam sistem pendidikan nasional kita. Di sini
pendidikan harus diarahkan pada pola basis kerakyatan. Artinya, pendidikan
harus lebih mengutamakan kepentingan rakyat dan harus lebih mengedepankan
persoalan-persoalan yang dihadapi rakyat dalam kehidupan sosial. Jika itu
terlaksana, dengan sendirinya idealisasi pendidikan akan terejawantahkan dengan
baik dan mampu menggali potensi-potensi masyarakat yang mendorongnya menjadi
bangsa terdepan dalam hal intelektualitas.
Persoalannya, secara umum keberhasilan dalam dunia
pendidikan kita masih jauh tertinggal dibanding negara-negara lain. Pendidikan
berbasis kerakyatan hanya sebatas retorika belaka karena sejauh ini pendidikan
masih belum memahami kebutuhan masyarakat.
Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan pendidikan
kehilangan pamor. Pertama, tenaga pendidik masih belum memadai. Banyak pendidik
yang baik tingkat pendidikan maupun tingkat intelektualnya di atas rata-rata,
tetapi ketika para pendidik masih memikirkan masalah ekonomi, dia tidak akan
berkonsentrasi penuh dalam mendidik. Kedua, dunia pendidikan kita terlalu
teoretis dan birokratis, lebih banyak teori daripada praktik. Ketika lulusan
kita dihadapkan pada kenyataan realitas di lapangan, belum terampil dalam
mempraktikkan bidang keilmuannya. Inilah yang menyebabkan dunia pendidikan kita
belum mampu bersaing di dunia internasional.
Ketiga, kualitas sistem pendidikan jalan di tempat. Ini
diakibatkan sering terjadinya perubahan-perubahan vital atau mendasar dalam
sistem pendidikan kita. Misalnya, begitu mudahnya terjadi perubahan kurikulum
pendidikan, sehingga kita kehilangan arah dalam mencapai tujuan pendidikan.
Tujuan revitalisasi pendidikan adalah untuk mencapai
keunggulan kompetitif, memberi makna bahwa peran pendidikan itu diyakini sangat
penting dan strategis. Namun, karena pengelolaan sumber dayanya tidak atau
kurang baik, maka keunggulan kompetitif pendidikan di Indonesia menjadi rendah.
Karena itu, solusinya adalah bagaimana melakukan revitalisasi sumber daya
pendidikan tersebut agar kemampuan kompetisinya (competitiveness) menjadi
tinggi.
Untuk memajukan pendidikan sesuai amanat UU No 20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, eksistensi dan fungsi lembaga pendidikan
harus makin ditingkatkan. Pemerintah sebagai penanggung jawab pendidikan harus
sungguh-sungguh merevitalisasi dan membangun pendidikan yang mampu mamahami
kondisi masyarakat dalam berbagai aspek.
Paling tidak, hal ini bisa dilakukan melalui beberapa
terobosan. Pertama, menghapus diskriminasi. Kedua, diperlukan adanya pola
pendidikan dengan terobosan kurikulum terpadu yang mampu memahami kebutuhan
masyarakat. Dengan begitu, upaya penanaman nilai-nilai pengetahuan agama,
moral, dan nilai kebangsaan pada anak didik dapat mencapai sasaran
pembelajaran.
Ketiga, upaya peningkatan kualifikasi, profesionalitas, dan
kesejahteraan guru sebagaimana amanat UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen.
Sehingga, guru-guru bisa mengajar dengan nyaman dan merasakan hidup yang
sejahtera.
Pendidikan berbasis kerakyatan merupakan alternatif yang
harus dijadikan landasan berpikir bagi pemerintah dalam menentukan arah
kebijakan pendidikan nasional ke depan. Konsep pendidikan harus mampu menyentuh
aspek-aspek sosial antropologis kemasyarakatan, sehingga masyarakat merasa
terpanggil dan berkewajiban menyukseskan pendidikan nasional. Pendidikan tanpa
partisipasi masyarakat tidak akan berhasil dengan baik dan sempurna. Karena
itu, pemerintah harus menjembatani antara dunia pendidikan dan kebutuhan
rakyat.
Dengan demikian, kita dapat menemukan beberapa entry point
dari revitalisasi pendidikan yang berbasis kerakyatan. Dalam dunia pendidikan
pemerintah harus mampu memberikan kebijakan yang tidak memberatkan rakyat.
Artinya, biaya pendidikan harus bisa terjangkau oleh masyarakat, sehingga masyarakat
bisa menikmati pendidikan dengan baik. Penetapan kebijakan pendidikan lewat
kurukulum haruslah permanen, sehingga pendidikan kita mempunyai arah yang jelas
dan terarah serta terukur. Pendidikan harus diarahkan pada potensi-potensi
masyarakat. Artinya, pendidikan haruslah bersumber pada keinginan masyarakat
dan kemampuan wilayah.
Pendidikan yang baik harus mampu memenuhi keinginan
masyarakat untuk bisa menikmati jenis dan kualitas pendidikan yang sama, tanpa
membeda-bedakan. Pendidikan yang terbaik pun tidak harus mahal.(th3)