Sabtu, 05 November 2011

Pendidikan Kerakyatan

Hakikat pendidikan adalah mencerdaskan bangsa. Pembukaan UUD 45 menyatakan, "Pendidikan bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut menjaga ketertiban dunia". Sejauh ini pendidikan diyakini sebagai alat ampuh yang mampu memberikan identitas dan memberikan karakter bagi setiap individu dalam kehidupan bangsa.
Ketika kita dihadapkan pada upaya membangun karakter bangsa (character building), kita tidak akan bisa lepas dari yang namanya pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu tolok ukur kemajuan suatu bangsa dan negara dalam berbagai bidang, baik di bidang ekonomi, politik, sains maupun teknologi.
Artinya, pendidikan dapat membangun kepribadian atau identitas bangsa yang berintelektualitas serta mampu bersaing dan bertaruh dalam era kekinian. Keberhasilan dunia pendidikan akan memberikan dampak yang efektif dalam pembentukan individu maupun karakter bangsa, dan membentuk karakter peradaban sebuah bangsa dan negara. Keberhasilan sebagai bangsa memberikan citra diri yang positif dalam pembentukan sumber daya manusia seutuhnya dan identitas bangsa. Dengan demikian, akan mampu menyejajarkan diri dengan negara-negara lain.
Itulah kira-kira beberapa pangkal pokok dan idealisasi yang seharusnya menjadi formulasi dalam sistem pendidikan nasional kita. Di sini pendidikan harus diarahkan pada pola basis kerakyatan. Artinya, pendidikan harus lebih mengutamakan kepentingan rakyat dan harus lebih mengedepankan persoalan-persoalan yang dihadapi rakyat dalam kehidupan sosial. Jika itu terlaksana, dengan sendirinya idealisasi pendidikan akan terejawantahkan dengan baik dan mampu menggali potensi-potensi masyarakat yang mendorongnya menjadi bangsa terdepan dalam hal intelektualitas.
Persoalannya, secara umum keberhasilan dalam dunia pendidikan kita masih jauh tertinggal dibanding negara-negara lain. Pendidikan berbasis kerakyatan hanya sebatas retorika belaka karena sejauh ini pendidikan masih belum memahami kebutuhan masyarakat.
Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan pendidikan kehilangan pamor. Pertama, tenaga pendidik masih belum memadai. Banyak pendidik yang baik tingkat pendidikan maupun tingkat intelektualnya di atas rata-rata, tetapi ketika para pendidik masih memikirkan masalah ekonomi, dia tidak akan berkonsentrasi penuh dalam mendidik. Kedua, dunia pendidikan kita terlalu teoretis dan birokratis, lebih banyak teori daripada praktik. Ketika lulusan kita dihadapkan pada kenyataan realitas di lapangan, belum terampil dalam mempraktikkan bidang keilmuannya. Inilah yang menyebabkan dunia pendidikan kita belum mampu bersaing di dunia internasional.
Ketiga, kualitas sistem pendidikan jalan di tempat. Ini diakibatkan sering terjadinya perubahan-perubahan vital atau mendasar dalam sistem pendidikan kita. Misalnya, begitu mudahnya terjadi perubahan kurikulum pendidikan, sehingga kita kehilangan arah dalam mencapai tujuan pendidikan.
Tujuan revitalisasi pendidikan adalah untuk mencapai keunggulan kompetitif, memberi makna bahwa peran pendidikan itu diyakini sangat penting dan strategis. Namun, karena pengelolaan sumber dayanya tidak atau kurang baik, maka keunggulan kompetitif pendidikan di Indonesia menjadi rendah. Karena itu, solusinya adalah bagaimana melakukan revitalisasi sumber daya pendidikan tersebut agar kemampuan kompetisinya (competitiveness) menjadi tinggi.
Untuk memajukan pendidikan sesuai amanat UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, eksistensi dan fungsi lembaga pendidikan harus makin ditingkatkan. Pemerintah sebagai penanggung jawab pendidikan harus sungguh-sungguh merevitalisasi dan membangun pendidikan yang mampu mamahami kondisi masyarakat dalam berbagai aspek.
Paling tidak, hal ini bisa dilakukan melalui beberapa terobosan. Pertama, menghapus diskriminasi. Kedua, diperlukan adanya pola pendidikan dengan terobosan kurikulum terpadu yang mampu memahami kebutuhan masyarakat. Dengan begitu, upaya penanaman nilai-nilai pengetahuan agama, moral, dan nilai kebangsaan pada anak didik dapat mencapai sasaran pembelajaran.
Ketiga, upaya peningkatan kualifikasi, profesionalitas, dan kesejahteraan guru sebagaimana amanat UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Sehingga, guru-guru bisa mengajar dengan nyaman dan merasakan hidup yang sejahtera.
Pendidikan berbasis kerakyatan merupakan alternatif yang harus dijadikan landasan berpikir bagi pemerintah dalam menentukan arah kebijakan pendidikan nasional ke depan. Konsep pendidikan harus mampu menyentuh aspek-aspek sosial antropologis kemasyarakatan, sehingga masyarakat merasa terpanggil dan berkewajiban menyukseskan pendidikan nasional. Pendidikan tanpa partisipasi masyarakat tidak akan berhasil dengan baik dan sempurna. Karena itu, pemerintah harus menjembatani antara dunia pendidikan dan kebutuhan rakyat.
Dengan demikian, kita dapat menemukan beberapa entry point dari revitalisasi pendidikan yang berbasis kerakyatan. Dalam dunia pendidikan pemerintah harus mampu memberikan kebijakan yang tidak memberatkan rakyat. Artinya, biaya pendidikan harus bisa terjangkau oleh masyarakat, sehingga masyarakat bisa menikmati pendidikan dengan baik. Penetapan kebijakan pendidikan lewat kurukulum haruslah permanen, sehingga pendidikan kita mempunyai arah yang jelas dan terarah serta terukur. Pendidikan harus diarahkan pada potensi-potensi masyarakat. Artinya, pendidikan haruslah bersumber pada keinginan masyarakat dan kemampuan wilayah.
Pendidikan yang baik harus mampu memenuhi keinginan masyarakat untuk bisa menikmati jenis dan kualitas pendidikan yang sama, tanpa membeda-bedakan. Pendidikan yang terbaik pun tidak harus mahal.(th3)