Jumat, 30 Desember 2011

Islam Indonesia dan Respon terhadap Perubahan


Menjadi penting untuk membahas Indonesia dengan karakter keislamannya yang khas yang tidak terlepas dari proses transmisi pengetahuan yang secara kronologis adalah berbeda Berdasarkan fakta sejarah keilmuan keislaman Indonesia yang muncul dari Timur Tengah dimulai dengan kedatangan Islam itu sendiri di Nusantara. Hal ini karena Islam bukan hanya sekedar praktik ritual semata, tetapi juga berisi sejumlah aturan dan sistim pengetahuannya sendiri. seperti diketahui Islam yang masuk ke Indonesia adalah Islam yang telah melewati berbagai fase sejarah di tempat asalnya. Dalam perjalanan historisnya sebelum masuk ke Indonesia, ajaran Islam telah mengalami proses kodifikasi, sistimatisasi, dan pembidangan.[1] Dalam pada ini, ciri khas Islam Indonesia yang sangat terpengaruhi oleh kultur-kultur yang telah hadir pra Islam[2], yang banyak mempengaruhi mode Islam yang berkembang dengan karakternya sendiri sebagai Islam periferal. Kondisi seperti ini memaksa Islam harus hadir berakulturasi dengan konteks keindonesiaan[3] sebagai indikasi logis atas Islam yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Sebagaimana diketahui bahwa nilai-nilai Islam itu bersifat universal, namun pelaksanaan dari ajaran itu sendiri menuntut pada pengetahuan dan pemahaman tentang lingkungan sosio-kultural terhadap masyarakat Indonesia secara keseluruhan, termasuk didalamnya lingkungan politik dalam kerangka konsep negara bangsa (nation state). Kenyataan bahwa Indonesia merupakan suatu bangsa yang mempunyai heterogenitas tertinggi secara fisik (negara kepulauan), maupun dalam soal keragaman suku, bahasa daerah, adat isdiadat dan bahkan agama yang bukan saja merupakan sesuatu yang sudah “given”, tetapi juga harus diperhitungkan. Melihat kenyataan ini ia berijtihad dengan mengatakan bahwa “ setiap langkah melaksanakan ajaran Islam di Indonesia harus memperhitungkan kondisi sosial budaya yang ciri utamanya adalah pertumbuhan, perkembangan dan kemajemukan.”[4]

Sejalan dengan agenda “mengindonesiakan Islam”, umat Islam harus jeli dengan pertimbangan-pertimbangan modernisasi yang sedang berlangsung. Secara definitif modernisasi merupakan proses transformasi masyarakat dalam segala aspeknya. Dalam data empiris menunjukkan, bahwa semua negara baru terlibat dalam proses modernisasi dengan menetapkan rencana-rencana pembangunannya yang menyentuh aspek pembangunan ekonomi, politik, sosial dan pendidikan, yang dianggap sebagai aspek-aspek dominan dalam modernisasi.[5] Secara skematis, hubungan integratif antara Islam dan respon terhadap modernitas harus saling bersimbiosis, sebagai berikut:

Islam sebagai agama rahmat bagi semesta. Ia mempunyai nilai-nilai universal yang menyangkut semua manusia. Ini juga menyangkut dari ciri agama samawi, karena semuanya memang berasal dari sumber yang sama. Dari segi kehidupan Islam mengatur hukum, masalah individu, ketentraan manusia lahir dan batin. Dari sudut antropologi Islam menyangkut semua bangsa dan masyarakat. Ini menandai universalitas agama Islam.[6] Hal ini bersesuaian dengan Islam sebagai negara yang heterogen dengan mayoritas Muslim, kesadaran Islam terhadap modernitas merupakan hal yang tak terelakkan juga sebagai keharusan sejarah (historical necessity) yang menjadi beban psikologis pembangunan umat Islam Indonesia.
             


[1] Muhammad Munip, Transmisi Pengetahuan Timur tengah ke Indonesia: Studi Tentang Penerjemahan Buku Berbahasa Arab di Indonesia 1950-2004 (Yogyakarta: Bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2008),  hlm. 46.
[2] Tradisi Islam yang dibawa oleh orang Muslim yang pulang dari Mekkah dan Madinah dikombinasikan dengan unsur budaya setempat. Dengan demikian lahirlah suatu bentuk yang menarik. Hasil kombinasi tersebut tampak jelas terutama pada arsitektur bangunan Masjid. Secara sadar orang Muslim selalu harus mengkaji ulang keberadaan mereka dalam kerangka ajaran Islam. Adat istiadat pra Islamsetempat tidaklah mudah untuk dihapuskan. Akbar S. Ahmed, Citra Muslim: Tinjauan Sejarah dan Sosiologi, terj. Nunding Ram dan H. Ramli Yakub (Jakarta: Erlangga, 1990), hlm.118.
[3] Islam in Indonesia was a very hybrid system that did not much resemble the purer straints found in the Middle East and was even different from that the nearby South Asia. Fauzan Saleh, Modern Trends in Islamic Theological Discourse in Twentieth Century Indonesia : A Critical Survey (Leiden: Brill, 2001), p. XIII.
[4] M.Syafi’i Anwar, “Sosiologi Pembaruan pemikiran Islam Nurcholish Madjid” dalam Jurnal Ilmu dan Kebudayaan, No.3, Vol. IV, Th. 1933, hlm. 49.
[5] Menurut  J. W. Schoorl dalam Muhammad Tholchah Hasan, Islam Dalam perspektif Sosio Kultural (Jakarta: lantabora Press, 2000), hlm. 22.
[6] Rifyal Ka’bah “ Wawasan Islam Keindonesiaan dalam konteks Islam Universal” dalam Pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia Akmal Nasery dan A. M. Saefuddin (ed.), (Bandung: 1996), hlm. 22.

Biografi



Pada kesempatan yang sebelumnya saya sudah menulis tentang siapa saya! Meski begitu, karena Bapak Saiful Anwar selaku pembimbing mata kuliah jurnalistik telah memerintahkan kami (mahasiswa) untuk membuat tugas akhir dengan cara ini (membuat blog dengan literatur yang sudah ditetapkan oleh beliau dan salah satunya adalah mengisi profil mahasiswa), maka saya akan mengulas lagi tentang saya dan sedikit lebih merincikan siapa saya. Baiklah, langsung saja saya akan memperkenalkan diri…

Nama              : Rohman Darmawan (The Moe3)
Pekerjaan        : Mahasiswa
NIM               : 08110157
Fakultas          : Tarbiyah
Jurusan            : Pendidikan Agama Islam
Tinggal             : Metrojoyo RT. 1 RW. 3 NO. 23 Joyosuko , Merjosari, Malang
Kota Asal        : Mojokerto, Jatim
CP                   : 085749660322

Pengertian Jurnalistik dan Pers (Rohman Darmawan)

Pengertian Jurnalistik  
Kegiatan   Jurnalistik   (journalistic)  sebenarnya  sudah  lama  dikenal  oleh manusia, karena tanpa kita sadari kegiatan Jurnalistik selalu hadir dan ada di tengah-tengah masyarakat, sejalan dengan kegiatan pergaulan hidup  manusia yang dinamis, terutama sekali dalam masyarakat Modern sekarang ini.
Dalam perjalanannya, Jurnalistik sebagai suatu disiplin ilmu telah mengalami perkembangan yang hebat. Di mulai dari jaman jayanya kerajaan Romawi Kuno saat di bawah kekuasaan Raja Julius Caesar. Pada masa itu kegiatan Jurnalistik dilakukan oleh  para  budak  yang  diminta  oleh  para  majikannya  untuk  mengutip  informasi tentang  segala  peristiwa  pada  hari  itu,  yang  berkaitan  dengan status atau  kegiatan usaha majikannya dan diberitakan dalam acta diurnal (rangkaian kata hari itu) yang dipasang di Forum Romanun (Stadion Romawi).
Kata jurnal sendiri berasal dari bahasa Prancis, journal  yang  berarti catatan harian. Hampir sama bunyi pengucapannya dengan kata yang ditemukan pada bahasa Latin,  diurn    yang  mengandung  arti  hari  ini.  Adapun  kata  istik  merujuk  kepada masalah Estetika  yang berarti ilmu pengetahuan tentang keindahan. Keindahan yang di  maksud  adalah  “mewujudkan  berbagai  produk  seni  dan  keterampilan  dengan menggunakan yang di perlukan seperti, kayu, batu, kertas, cat, atau suara. Dalam hal ini meliputi semua macam bangunan, kesusastraan dan musik  ( Pringgodigdo, 1973 :383 ).
Dengan demikian secara Etimologi, Jurnalistik dapat  diartikan  sebagai suatu karya seni dalam hal membuat catatan tentang peristiwa sehari–hari, karya yang mana memiliki keindahan dan dapat  menarik perhatian khalayak sehingga dapat dinikmati dan dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup.
Menurut  Astrid  S.  Susanto  dalam  bukunya,  komunikasi  massa  (1986:73). Jurnalistik  adalah sebagai kejadian pencatatan dan atau  pelaporan serta  penyebaran tentang kejadian sehari-hari. Begitu pula dengan Onong Uchana Effendy ( 1981:102 ) yang  mengatakan bahwa Jurnalistik merupakan kegiatan pengolahan laporan harian yang  menarik  minat  khalayak,  mulai  dari  peliputan  sampai  dengan  penyebaran kepada  masyarakat.  Dan  lebih  ringkas  lagi  Djen  Amar  (1984:30)  mendefinisikan Jurnalistik   sebagai  kegiatan  mengumpulkan,  mengolah,  dan  menyebarkan  berita kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya.
Secara  umum  Jurnalistik  dapat  di  artikan  sebagai  teknik  mengolah  berita, mulai dari mencari berita sampai dengan menyebarkankannya kepada khalayak yang membutuhkan. Segala sesuatu  yang  dianggap  menarik  dan penting  untuk  khalayak, bisa dijadikan bahan berita untuk disebarluaskan  kepada  masyarakat,  dengan menggunakan sebuah media. Seperti  yang  diungkapkan  oleh  Sumadiria,  dalam bukunya  Jurnalistik   Indonesia,  Menulis  Berita   dan  Feature,  Jurnalistik  adalah “Kegiatan menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah, menyajikan   dan menyebarkan berita melalui media berkala kepada khalayak  dengan  secepat-cepatnya” (Sumadiria,2005;3).
Seiring  dengan  berkembangnya  ilmu  komunikasi,  maka  definisi  jurnalistik pun makin berkembang. Hal ini juga sesuai dengan perkembangan media pers. Tetapi akar definisi jurnalistik  yang  perlu  kita catat diantaranya adalah  yang  dikemukakan  Adinegoro, seorang tokoh pers yang menjadi ikon di kalangan para wartawan.
Menurut  Adinegoro  dalam  buku  Jurnalistik  Televisi,  Teori  dan  Praktik, jurnalistik   adalah   kepandaian   mengarang   untuk   memberi   pekabaran   kepada masyarakat dengan selekas-lekasnya agar tersiar seluas-luasnya.  Sementara  itu definisi jurnalistik  menurut ilmu  komunikasi adalah suatu  bentuk  komunikasi yang menyiarkan berita  atau  ulasan  berita  tentang  peristiwa  sehari-hari  yang  umum  dan aktual dengan secepat-cepatnya.
Dari  pengertian  di  atas  dapat  dikatakan  bahwa  Jurnalistik  adalah  sebuah proses  pencarian  berita  sampai  berita  tersebut  disebarluaskan  kepada  khalayak dengan menggunakan media berkala. Terkait dengan hubungan antara jurnalistik dan pers, kita  harus  mengetahui  dulu  apa arti dari pers  itu  sendiri.

Pengertian Pers
Adapun  istilah  pers adalah   berasal  dari  istilah  asing  dan  ditulis  dengan  kata  press,  yang  berarti “percetakan‟  atau  “mesin  cetak‟.  Mesin  cetak  inilah  yang  memungkinkan  untuk terbitnya sebuah surat kabar, sehingga orang–orang mengatakan pers itu adalah surat kabar.
Dari gambaran tersebut kita dapat memahami adanya dua pengertian umum dari  pers.  Yang  pertama,  arti  pers  secara  sempit  adalah  “Persurat  kabaran  yang menjalankan kegiatan Jurnalistik”, sedangkan yang kedua, arti pers secara luas adalah “Suatu lembaga kemasyarakatan  yang  menjalankan  kegiatan Jurnalistik”. Hubungan antara   pers   dan   jurnalistik   menurut   Suhandang   didalam   bukunya   Pengantar Jurnalistik,  Seputar  Organisasi, Produk  dan  Kode  Etik, Pers dan  Jurnalistik  secara luas  adalah  “Merupakan  suatu  kesatuan  (Institusi)  yang  bergerak  dalam  bidang penyiaran informasi, hiburan, keterangan dan penerangan tadi dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan hati nurani manusia sebagai makhluk  sosial dalam kehidupan sehari-hari”. (Suhadang, 2004;40).
Oleh karena itu, kalau berbicara mengenai pers mau tidak mau kita harus pula mempelajari ilmu tentang Jurnalistik. Dengan kata lain, pers sangat erat hubungannya dengan Jurnalistik. Pers sebagai media komunikasi massa tidak akan berguna apabila semua sajiannya sangat jauh dari prinsi-prinsip Jurnalistik. Seperti yang dikemukakan oleh Effendy, dalam buku Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Pers adalah
 “Lembaga  atau   badan  atau   organisasi  yang   menyebarkan  berita sebagai karya jurnalistik kepada khalayak. Pers dan jurnalistik dapat di ibaratkan  sebagai  raga  dan  jiwa.  Pers  adalah  aspek  raga,  karena  ia berwujud,  konkret,  nyata;  oleh  karena  itu  ia  dapat  di  beri  nama.Sedangkan jurnalistik adalah aspek jiwa, karena ia abstrak, merupakan kegiatan, daya hidup, menghidupi aspek pers”. (Effendy, 2003;90)”.
Dari pengertian di atas, dapat dikatakan pers merupakan suatu  kesatuan, pers tidak  mungkin  dapat  beroperasi   tanpa  jurnalistik,  dan sebaliknya  jurnalistik  tidak akan membuat suatu karya berita tanpa adanya pers.

Sejarah Pers Indonesia
Pers Indonesia dimulai Sejak dibentuknya Kantor berita ANTARA didirikan tanggal 13 Desember 1937 sebagai  kantor  berita  perjuangan  dalam  rangka  perjuangan  merebut  kemerdekaan  Indonesia,  yang mencapai puncaknya dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.
Kantor  berita  Antara  didirikan  oleh  Soemanang  saat  usia  29  tahun,  A.M.  Sipahoentar  saat  usia  23 tahun, Adam  Malik saat berusia 20  tahun  dan  Pandu  Kartawiguna Adam  Malik  pada usia  21 tahun diminta untuk mengambil alih sebagai pimpinan ANTARA, dikemudian hari Ia menjadi orang penting dalam memberitakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Karena kredibilitasnya, Adam Malik setelah menduduki jabatan semula sebagai ketua Kantor berita Antara, ia diangkat sebagai Menteri Perdagangan, Duta Besar, Menteri  Utama Bidang Politik, Menteri Luar Negeri, Presiden Sidang Majelis Umum PBB, Ketua DPR/MPR dan Wakil Presiden.



Nama : Rohman Darmawan
NIM   : 08110157
Kelas  : E