Menurut Frans Magnis Suseno,[1] ideologi
dimaksud sebagai keseluruhan sistem berfikir, nilai-nilai dan sikap dasar rohaniah sebuah gerakan, kelompok
sosial atau individu. Ideologi dapat
dimengerti sebagai suatu sistem penjelasan tentang eksistensi suatu kelompok
sosial, sejarahnya dan proyeksinya ke masa depan serta merasionalisasikan suatu
bentuk hubungan kekuasaaan. Dengan
demikian, ideologi memiliki fungsi mempolakan, mengkonsolidasikan dan
menciptakan arti dalam tindakan masyarakat.
Ideologi yang dianutlah yang pada akhirnya akan sangat menentukan
bagaimana seseorang atau sekelompok orang memandang sebuah persoalan dan harus
berbuat apa untuk mensikapi persoalan tersebut.
Dalam konteks inilah kajian ideologi menjadi sangat penting, namun
seringkali diabaikan.
Istilah ideologi adalah istilah yang
seringkali dipergunakan terutama dalam ilmu-ilmu sosial, akan tetapi juga
istilah yang sangat tidak jelas. Banyak
para ahli yang melihat ketidakjelasan ini berawal dari rumitnya konsep ideologi
itu sendiri. Ideologi dalam pengertian
yang paling umum dan paling dangkal biasanya diartikan sebagai istilah mengenai
sistem nilai, ide, moralitas, interpretasi dunia dan lainnya.
Menurut Antonio Gramsci,[2] ideologi lebih
dari sekedar sistem ide. Bagi Gramsci,
ideologi secara historis memiliki keabsahan yang bersifat psikologis. Artinya
ideologi ‘mengatur’ manusia dan memberikan tempat bagi manusia untuk bergerak,
mendapatkan kesadaran akan posisi mereka, perjuangan mereka dan sebagainya.
Secara sederhana, Franz Magnis Suseno[3]
mengemukakan tiga kategorisasi ideologi.
Pertama, ideologi dalam arti penuh atau disebut juga ideologi tertutup.
Ideologi dalam arti penuh berisi teori tentang hakekat realitas seluruhnya,
yaitu merupakan sebuah teori metafisika. Kemudian selanjutnya berisi teori
tentang makna sejarah yang memuat tujuan dan norma-norma politik sosial tentang
bagaimana suatu masyarakat harus di tata.
Ideologi dalam arti penuh melegitimasi monopoli elit penguasa di atas
masyarakat, isinya tidak boleh dipertanyakan lagi, bersifat dogmatis dan
apriori dalam arti ideologi itu tidak dapat dikembangkan berdasarkan
pengalaman. Salah satu ciri khas
ideologi semacam ini adalah klaim atas kebenaran yang tidak boleh diragukan
dengan hak menuntut adanya ketaatan mutlak tanpa reserve. Dalam kaitan ini Franz Magnis-Suseno
mencontohkan ideologi Marxisme-Leninisme.
Kedua, ideologi dalam arti terbuka. Artinya ideologi yang menyuguhkan kerangka
orientasi dasar, sedangkan dalam operasional keseharianya akan selalu
berkembang disesuaikan dengan norma, prinsip moral dan cita-cita
masyarakat. Operasionalisasi dalam
praktek kehidupan masyarakat tidak dapat ditentukan secara apriori melainkan
harus disepakati secara demokratis sebagai bentuk cita-cita bersama. Dengan demikian ideologi terbuka bersifat
inklusif, tidak totaliter dan tidak dapat dipakai untuk melegitimasi kekuasaan
sekelompok orang.
Ketiga, Ideologi dalam arti implisit atau
tersirat. Ideologi semacam ini ditemukan
dalam keyakinan-keyakinan masyarakat tradisional tentang hakekat realitas dan
bagaimana manusia harus hidup didalamnya. Meskipun keyakinan itu hanya implisit
saja, tidak dirumuskan dan tidak diajarkan namun cita-cita dan keyakinan itu
sering berdimensi ideologis, karena mendukung tatanan sosial yang ada dan
melegitimasi struktur non demokratis tertentu seperti kekuasaan suatu kelas
sosial terhadap kelas sosial yang lain.
Dari beberapa fungsi tersebut, terlihat
bahwa pengaruh ideologi terhadap perilaku kehidupan sosial berkaitan erat. Memahami format sosial politik suatu masyarakat
akan sulit dilakukan tanpa lebih dahulu memahami ideologi yang ada dalam
masyarakat tersebut. Dari sinilah
terlihat betapa ideologi merupakan perangkat mendasar dan merupakan salah satu
unsur yang akan mewarnai aktivitas sosial dan politik.
Catatan:
[1] Franz Magnis Suseno, Filsafat Sebagai
Ilmu Kritis, 1991, hlm 230.
[2] Gagasan-gagasan Gramsci direkam dengan
baik oleh Roger Simon, Gagasan-gagasan Politik Gramsci, 1999, hlm 83.
[3] Franz Magnis Suseno, Filsafat Sebagai
Ilmu Kritis, 1992, hlm 232.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1999. Agenda Ikatan, DPD IMM Jawa Tengah.
Ali, Fachry dan Bahtiar Effendy, 1986. Merambah Jalan Baru Islam: Perkembangan
Pemikiran Islam Masa Orde Baru.
Bandung: Mizan.
Azra, Azyumardi, 2000. Islam Subtantif: Agar Umat Tidak Jadi Buih.
Bandung: Mizan.
Berger, Peter L & Hansfried Kellner,
1985. Sosiologi ditafsirkan Kembali, Essay tentang Metode dan Bidang
Kerja. Jakarta: LP3ES.
-------------- & Thomas Luckmann,
1990. Tafsir Sosial Atas Kenyataan
Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan.
Jakarta: LP3ES.
Feith, Herbert & Lance Castle,
1996. Pemikiran Politik Indonesia
1945-1965. Jakarta: LP3ES.
Huda, Nurul, PMII Kader Minoritas
Progresif. Suara Merdeka, 31/06/2001
Kleden, Ignas, 1988. Rencana Monografi: Paham Kebudayaan Clifford
Geertz. Jakarta: LP3ES.
Karim, M Rusli, 1997, HMI MPO dalam Kemelut
Modernisasi Politik di Indonesia, Bandung: Mizan.
-------------, 1999. Negara dan Peminggiran Islam Politik:
Suatu Kajian Mengenai Implikasi Kebijaksanaan Pembangunan Bagi Keberadaan Islam
Politik di Indonesia era 1970-an dan 1980-an.
Yogyakarta: Tiara Wacana.
Larrain, Jorge, 1996. Konsep Ideologi. Yogyakarta: LKPSM.
Latif, Yudi, 1999. Masa Lalu Yang Membunuh
Masa Depan. Bandung: Mizan.
Mannheim, Karl, 1993. Ideologi dan Utopia: Menyingkap Kaitan
Pikiran dan Politik. Yogyakarta:
Kanisius.
Nuswantoro, 2001. Daniel Bell, Matinya Ideologi. Magelang: Indonesia Tera.
Rahmat, Andi dan Muhammad Najib, 2001. Perlawanan dari Masjid Kampus. Surakarta: Purimedia.
Salim HS, Hairus, dan Muhammad Ridwan,
1999. Kultur Hibrida: Anak Muda NU di Jalur Kultural. Yogyakarta: LKiS.
Sanit. Arbi, 1999. Pergolakan Melawan Kekuasaan Gerakan
Mahasiswa Antara Aksi Moral dan Politik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Simon, Roger, 1999, Gagasan-gagasan Politik
Gramsci, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Suseno, Franz Magnis, 1992, Filsafat
Sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta: Kanisius.
Surur, Bahrus, 2001, Teologi Amal Saleh:
Membongkar Logika Sosial Pada Nalar Kalam Muhammadiyah, Jurnal INOVASI, No. 3
Th. X/2001.
Ul Haq, Fajar Riza, 2001, Neo Modernisme
Islam Berwawasan Praksis Liberatif (Dari Teologi Inklusif Menuju Teologi
Pluralis), Jurnal Shabran, edisi 2 Vol. XV, 2001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar