Di dunia Islam, ilmu
pengetahuan modern mulai menjadi tantangan nyata sejak akhir abad ke-18,
terutama sejak Napoleon menduduki Mesir pada 1798 dan semakin meningkat setelah
sebagian besar dunia Islam menjadi wilayah jajahan atau pengaruh Eropa.
Serangkaian peristiwa kekalahan berjalan hingga mencapai puncaknya dengan jatuhnya
Dinasti Usmani di Turki. Proses ini terutama disebabkan oleh kemajuan teknologi
militer Barat.
Setelah pendudukan Napoleon,
Muhammad Ali memainkan peran penting dalam kampanye militer melawan Perancis.
Ia diangkat oleh penguasa Usmani menjadi “pasya” pada tahun 1805 dan memerintah
Mesir sampai dengan tahun 1848. Percetakan yang pertama didirikan di Mesir
awalnya ditentang para ulama karena salah satu alatnya menggunakan kulit babi.
Buku-buku ilmu pengetahuan dalam bahasa Arab diterbitkan. Muhammad Ali
mendirikan beberapa sekolah teknik dengan guru-guru asing. Ia mengirim lebih
dari 400 pelajar ke Eropa untuk mempelajari berbagai cabang ilmu pengetahuan
dan teknologi. di beberapa wilayah Arab lain, seperti Oman dan Aljazair, upaya
pengislaman informasi sosial serupa tampak di Turki Usmani.
Di Turki, Sultan Salim III
(1761-1808) mengembangkan teknologi militer Eropa, menerjemahkan buku-buku
Eropa, dan memasukkan pengajaran ilmu pengetahuan dan teknologi modern ke dalam
kurikulum sekolah dengan pengajar-pengajarnya orang Eropa. Puncaknya adalah
ketika Mustafa Kemal Attaturk (1881-1938) melakukan revolusi di Turki dengan
gagasan sekularismenya.
Dalam situasi seperti ini,
ketika teknologi Muslim jauh tertinggal dari Eropa dan usaha mengejar
ketertinggalan ini dilakukan Muslim memberikan tanggapan dalam dua hal, yaitu
merumuskan sikap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi peradaban
Barat modern, dan terhadap tradisi Islam. Kedua unsur ini sampai kini masih
mewarnai pemikiran Muslim hingga kini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar