Jumat, 20 April 2012

Agama dan Pekerjaan Sosial


Bahasan ini sebaiknya diawali dengan pemaparan secara singkat menyangkut pemahaman-pemahaman Agama dan Pekerjaan sosial sehingga kemudian dapat dengan mudah menelisik lebih dalam pada aspek-aspek dimana urgensi integrasi antara pendekatan keagamaan dan pendekatan modern dalam praktek pekerjaan sosial. Agama dalam konteks ini akan  didefinisihkan secara operasional sehingga dapat dipahami lebih membumi sedangkan pendekatan modern pekerjaan sosial akan di artikulasikan kedalam wacana keilmuan modern pekerjaan sosial.
Pemahaman Agama, suatu definisi yang dapat mewakili secara keseluruhan tentang agama yang begitu banyak ragam dan jenisnya bukanlah mudah bahkan mungkin tidak dapat dilakukan. Namun mendefinisikannya haruslah tetap dilakukan untuk dapat membatasi arah sesuai tujuan pendefinisian dimaksud. Dalam kaitan itu, ada beberapa pendapat yang akan dikemukakan dalam tulisan ini.
Agama bagi Giddens (2005)[1] adalah media pengorganisasian bagi kepercayaan yang tidak sekedar satu arah. Bukan hanya iman dan kekuatan religius yang menyediakan dukungan yang secara takdir dapat dijadikan sandaran: Demikian juga para fungsionaris keagamaan. Yang terpenting adalah bahwa kepercayaan religius biasanya menginjeksikan reliabilitas  ke dalam pengalaman pelbagai peristiwa dan situasi dan dari suatu kerangka
            Agama juga disinonimkan dengan Religion berasal dari kata Latin “religio”, berarti  “tie-up” dalam bahasa Inggris, Religion dapat diartikan “having engaged ‘God’ atau ‘The Sacred Power’.
Secara umum di Indonesia, Agama dipahami sebagai sistem kepercayaan, tingkah laku, nilai, pengalaman dan  yang terinstitusionalisasi, diorientasikan kepada masalah spiritual/ritual yang disalingtukarkan dalam sebuah komunitas dan diwariskan antar generasi dalam tradisi.
Berangkat dari beberapa pemahaman diatas, dapat ditarik beberapa point tentang pengertian agama bahwa agama adalah kodifikasi kepercayaan, praktik ibadat, hukum etika, keanggotaan   denominasi, eksternal dan memasukkan spiritualitas di dalamnya.
Penegasan yang ingin ditekankan pada pemahaman keagamaan disini adalah bahwa konsekwensi pemahaman keagaman yang kaku dan tidak bersifat scientific justru akan memunculkan berbagai stigmatisasi negative terhadap peran penting agama dalam relasi kemanusiaan sesuai mandat pekerjaan sosial. Stigmatisasi tersebut berpandangan bahwa agama adalah dogmatism, rigidity dan gender bias,  excessive self-blaming,  Fatalistik dan status quo serta  dianggap tidak peduli dengan urusan kekinian di dunia.
Apa itu  pekerjaan sosial, pekerjaan sosial adalah profesi kemanusiaan yang telah lahir cukup lama. Sejak kelahirannya sekitar 1800-an.[2] Purifikasi peksos terus berlanjut sejalan dengan tuntutan perubahan dan aspirasi masyarakat. Namun demikian, seperti halnya profesi lain (Guru, Dosen, Dokter), fondasi dan prinsip dasar pekerjaan sosial tidak mengalami perubahan.
Pekerjaan sosial berbeda dengan profesi lain, semisal psikolog, dokter atau psikiater. Dalam praktek kerjanya dia senantiasa harus melibatkan aspek-aspek diluar klien dalam penyelesaian masalahnya. Artinya, bahwa mandat utama pekerja sosial adalah memberikan pelayanan sosial baik kepada individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat yang membutuhkannya  sesuai dengan nilai-nilai, pengetahuan dan ketrampilan professional pekerjaan sosial.
Selain itu, pekerjaan sosial juga merupakan aktivitas professional untuk menolong individu, kelompok dan masyarakat dalam meningkatkan atau memperbaiki kapasitas mereka agar berfungsi sosial dan menciptakan kondisi-kondisi masyarakat yang kondusif untuk mencapai tujuan dimaksud. Sebagai suatu aktivitas professional, pekerjaan sosial dilandasi dengan vondamen utama berupa; kerangka pengetahuan, kerangka keahlian dan kerangka nilai.
Dalam konferensi internasional di Montreal Kanada, juli 2000, IFSW mendefinisikan pekerjaan sosial sebagai Profesi yang mendorong pemecahan masalah dalam kaitannya dengan relasi kemanusiaan. Perubahan sosial, pemberdayaan dan pembebasan manusia, serta perbaikan masyarakat. Menggunakan teori-teori perilaku  manusia dan sistem-sistem sosial. Pekerjaan sosial melakukan intervensi pada titik dimana orang berinteraksi dan keadilan sosial merupakan sangat penting bagi pekerjaan sosial.


[1] Lihat Anthoni Giddens, Konsekwensi-Konsekwensi Modernitas, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005)
[2] Lihat Zasstrow dalam Edi Suharto, Membangun Masyarakatm, Memberdayakan Rakyat; Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, Bandung : Revika Aditama, 2005) h.

Tidak ada komentar: