Selasa, 03 April 2012

Ekonomi Kerakyatan dan Terpimpin



            Semangat UUD 45 cenderung ke sosialisme religius. Ini dapat dilihat pada pasal 33 dasar konstitusi negara kita tersebut. Sistem ekonomi kerakyatan atau terpimpin adalah pengejawantahannya. Ia juga sejalan dengan cita-cita nasionalisme Indonesia sebagaimana diyakini para pendiri negara ini. Ia, nasionalisme kita, lahir pada awal abad ke-20 sebagai bentuk perlawanan atau penentangan terhadap kolonialisme dan imperialisme yang dilakukan negara kapitalis.
Dalam kolonialisme terkandung tiga hal: (1) Politik dominasi dan hegemoni; (2) Eksploitasi ekonomi; (3) Penetrasi budaya.  Karena itu nasionalisme Indonesia mengandung juga  tiga aspek penting yang berlawanan:  (1) Aspek politik. Nasionalisme Indonesia bertujuan  menghilangkan dominasi politik bangsa asing dan menggantikannya dengan sistem pemerintahan yang berkedaulatan rakyat (lihat pidato-pidato Bung Karno, Hatta, dan pemimpin yang lain seperti Ruslan Abdulgani); (2) Aspek sosial ekonomi. Nasionalisme Indonesia muncul untuk menghentikan eksploitasi ekonomi asing dan membangun masyarakat baru yang mandiri dan kreatif; (3) Aspek budaya. Nasionalisme Indonesia bertujuan menghidupkan kembali kepribadian bangsa yang harus diselaraskan dengan perubahan zaman.
Sistem ekonomi yang sesuai dengan jiwa nasionalisme Indonesia ialah ekonomi kerakyatan yang oleh Bung Hatta disebut ekonomi terpimpin. Ada pula yang menyebutnya sebagai Ekonomi Kesejahtaraan yang merupakan percampuran kapitalisme dan sosialisme. Menurut Bung Hatta, ekonomi terpimpin merupakan konsekwensi dari nasionalisme Indonesia yang timbul sebagai perlawanan menentang kolonialisme dan imperialisme. Dalam menancapkan kekuasaannya pemerintah kolonial menggunakan sistem kapitalisme perdagangan yang eksploitatif dan menjadikan negeri ini  sebagai perkebunan raksasa. Dengan itu rakyat Indonesia dieksplotasi sebagai buruh perkebunan dengan gaji rendah, sedangkan pemerintah Belanda memperoleh keuntungan yang besar.
             Ekonomi terpimpin adalah juga lawan dari ekonomi liberal yang melahirkan sistem kapitalisme. Ekonomi liberal menghendaki pemerintah tidak campur tanganm dalam perekonomian rakyat dengan membuat peraturan-peraturan ketat (regulasi) yang membatasi gerak bebas pasar. Ekonomi terpimpin adalah sebaliknya. Pemerintah harus aktif bertindak dan memberlakukan peraturan terhadap perkembanan ekonomi dalam masyarakat agar rakyat tidak dieksploitasi, harga tidak dipermainkan dan dengan demikian tercapai keadilan sosial. 
Alasan mengapa ekonomi terpimpin dipandang sesuai dengan cita-cita nasionalisme Indonesia ialah: Karena membiarkan perekonomian berjalan menurut permainan bebas dari tenaga-tenaga masyarakat berarti membiarkan yang lemah menjadi makanan yang kuat. Ekonomi liberal bercita-cita memberikan kemakmuran dan kemerdekaan bagi semua orang, tetapi hasilnya menimbulkan pertentangan dan kesengsaraan. Yang kaya bertambah kaya, yang miskin bertambah melarat. Sebab kebebasan atau liberalisme yang disandang oleh sistem itu dalam kenyataan hanya dimiliki ioleh segolongan kecil orang (yaitu pemilik modal atau kapital) dan kepada mereka yang segelintir itu sajalah keuntungan dan kemakmuran berpihak, bukan kepada rakyat banyak.
            Tetapi dalam sistem  ekonomi terpimpin itu tedapat banyak aliran. Antara lain: (1) Ekonomi terpimpin menurut ideologi komunisme; (2) Ekonomi terpimpin menurut pandangan sosialisme demokrasi; (3) Ekonomi terpimpin menurut solidaroisme; (4) Ekonomi Terpimpin menurut paham Kristen Sosialis;
(5) Ekonomi Terpimpin berdasar ajaran Islam; (6) Ekonomi Terpimpin berdasarkan pandangan demokrasi sosial.
Semua aliran ekonomi terpimpin ini menentang dasar-dasar individualisme, yang meletakkan buruk baik nasib masyarakat di tangan orang-orang yang mengemudikan kehidupan dan tindakan ekonomi. Ekonomi liberal berdasarkan pada individualisme. Individu (baca kepentingan individu) didahulukan dari masyarakat. Tetapi ekonomi terpimpin mendahulukan masyarakat dari individu. Sekalipun demikian di antara paham-paham ekonomi terpimpin itu ada yang menolak kolektivisme, karena bagi mereka kolektivisme sebenarnya hanya berlaku dalam ideologi komunisme dan sosialisme.
Tetapi terdapat persamaan pula dari sistem ekonomi terpimpin yang berbeda-beda itu, yaitu: (1) Dalam hal menentang individualisme; (2) Dalam hal pemberian tempat yang istimewa kepada pemerintah untuk mengatur dan memimpin perekonomian negara. Perbedaan antara sistem-sistem itu berkenaan dengan seberapa besar campur tangan kekuasaan publik dan bagaimana coraknya campur tangan itu dalam perekonomian individu dan masyarakat. Ideologi komunisme menghendaki campur tangan besar dan menyeluruh dari pemerintah atau negara, sehingga individu ditindas. Sistem ekonomi kpmunis bersifat totaliter, dikuasai oleh negara.
Tetapi ekonomi terpimpin yang lebih sesuai dalam konteks nasionalisme Indonesia ialah ekonomi bercorak sosialis, yang berkehendak melaksanakan cita-cita demokrasi ekonomi. Dengan diimbangi demokrasi ekonomi, maka sifat individualistis dari demokrasi liberal dapat dikurangi. Di dalamnya campur tangan negara terbatas dan peranan individu tidak sepenuhnya dimusnahkan, hanya saja gerak mereka dibatasi dan diatur demi melindungi kepentingan masyarakat. Bung Hatta bertolak dari pemikiran Lerner, penulis buku The Economics of Control (1919). Unsur-unsur ekonomi kapitalis dan kolektif digabungkan ke dalamnya, menjadi sistem yang disebut  “Welfare economics” atau ekonomi kemakmuran
Dalam sistem tersebut tiga hal yang harus dilaksanakan: Pertama,  segala sumber perekonomian yang ada harus dikerjakan supaya semua orang memperoleh pekerjaan; kedua, melaksanakan pembagian pendapatan yang adil, agar perbedaan atau jurang  besar dalam pendapatan dan kekayaan antara yang kaya dan yang miskin dikurangi; ketiga, menghapuskan monopoli dan oligapoli dalam perekonomian, sebab keduanya melahirkan eksploitasi yang melampaui batas dan pemborosan ekonomi yang besar pula.
Tujuan ekonomi terpimpin dalam bidang demokrasi, menurut Hatta, ialah mencapai kemakmuran rakyat seluruhnya, dengan tiada menghilangkan kepribadian manusia. Masyarakat didahulukan, bukan individu. Tetapi manusia sebagai individu tidak lenyap sama sekali dalam kolektivitas. Secara umum cita-cita ekonomi terpimpin ialah: (1) Terbukanya lapangan kerja bagi masyarakat secara keseluruhan sehingga pengangguran dikurangi; (2) Adanya standar hidup yang baik bagi masyarakat secara keseluruhan; (3) Semakin berkurangnya ketidaksamaan ekonomi dengan memeratakan kemakmuran; (4) Terciptanya keadilan sosial.

Tidak ada komentar: