Istilah neo-liberalisme
sebenarnya telah lama diperkenalkan di Indonesia , yaitu oleh Mohammad
Hatta dalam bukunya Ekonomi Terpimpin (1959).
Sebutan ini merujuk kepada pemikiran tiga filosof ekonomi terkemuka
pasca-Perang Dunia II – Walter Euchen, Friedrich von Hayek, dan Wilhelm Ropke. Mereka menuntut adanya peraturan yang menjamin
lancarnya persaingan bebas dapalm kehidupan ekonomi seperti ketetapan nilai
mata uang, adanya pasar terbuka di banyak negara, pemilikan swasta atas sarana
produksi, kebebasan membuat perjanjian yang tepat mengenai tanggung jawab
perusahaan dan politik perekonomian sesuai.
Secara
umum paham ini lahir dari rahim aliran filsafat liberalisme atau paham serba
bebas. Pencetusnya dua filosof Inggeris abad ke-17 M, Thomas Hobbes dan John
Locke. Aliran ini berkembang pasat pada
abad ke-18 M. Menurut dua filosof ini dalam kodratnya manusia bukanlah mahluk
altruistik atau cinta kepada masyarakat. Karena itu cenderung pula tidak
kooperatif atau bekerja sama dengan sesama anggota masyarakat. Bawaan manusia
sebagai hewan berakal (animal rationale) adalah mengutamakan kepentingan pribadi.
Dalam bukunya Leviathan Thomas Hobbes mengatakan bahwa
“manusia adalah serigala bagi manusia lainnya” (homo homini lopus). Semboyannya yang lain yang terkenal ialah “a
war of all against all”. Untuk mengatasi situasi hukum rimba yang serba kejam
itu harus ada negara yang dikuasai oleh satu orang secara mutlak, yaitu monarki
absolute. Bentuk kekuasaan absolut ini dijumpai dalam pribadi Raja Louis IX
yang terkenal dengan semboyannya “Le`etat
est moi” (negara adalah saya).
Dengan
jalan piikiran yang sama John Locke membawa liberalismenya ke tempat lain.
Kebebasan, menurutnya, tak punya nilai instrinsik. Nilai ditambahkan manusia
dalam kehidupan sosialnya. Ia menunjuk property sebagai sumber nilai yang
membawa manusia mau hidup bermasyarakat. Hanya hal-hal yang bersifat kebendaan
yang dapat dijadikan dasar untuk membangun suatu masyarakat. Lebih jauh baginya
kehidupan sosial tak lebih daripada gelanggang persaingan bebas antar individu.
Sebaik-baiknya cara agar masyarakat maju dan berkembang ialah dengan membiarkan
persaingan itu berlangsung tanpa campur tangan negara.
Berdasarkan pemkiran dua
fiolosof abad ke-17 itu Adam Smith (1723-1790) mengembangkannya menjadi aliran pemikiran
ekonomi. Menurutnya pusat kehidupan sosial yang ideal adalah pasar. Di sini
liberalisme, dalam pengertian ekonomi, ia artikan sebagai pemeliharaan kebebasan individu untuk berjual
beli dan saling bersaing dengan bebas di pasar. Motivasi jual beli bukan
kerjasama, melainkan kepentingan pribadi. Hasil akhir persaingan yang fair
ialah keadilan, asal saja setiap orang diberi kesempatan yang sama untuk
bersaing (Mead 1972:14-6).
Dalam bukunya An Enquiry into the Nature and Causes of the
Wealth of Nations (1776) Adam Smith mengatakan bahwa sebagai mahluk ekonomi
manusia cenderung memburu kenikmatan dan keuntungan sebesar-besarnya bagi
dirinya. Jika tabiat bawaan manusia yang individualistik, egosentrik dan
condong pada kebebasan ini dibiarkan berkembang tanpa campur tangan
pemerintah/negara, dengan sendirinya akan terjadi alokasi yang memadai dari
faktor-faktor produksi, pemerataan dan keadilan, kebebasan, dan dengan demikian inovasi dan kreativitas
dapat berkembang.
Bersumber dari pemikiran
Adam Smith, pada akhir abad ke-18 bersamaan dengan berkobarnya Revolusi
Perancis dan lahirnya Revolusi Industri di Inggeris, lahir pula dua aliran pemikiran yang dominan.
Yaitu
individualisme di bidang hukum dan anthropologi filsafat, dan ide psar
terbuka yang berkaitan dengan perkembangan industri. Menurut paham inidividualisme, manusia yang
lahir dengan bawaan bebas dan hidup bebas, tidak boleh dikekang kebebasannya.
Paham ini sangat dominant pada abad ke-20 dalam kehidupan politik, ekoomi, dan
seni.
Aliran kedua berkenaan
dengan berpindahnya pusat usaha dari kaum merkantilis (pedagang) ke tangan kaum
industrialis. Kaum industri yang menguasai modal ini pantang berkoalisi seperti
partai-partai politik, dan hanya bisa membuat persekutuan modal dalam bentuk
perseroan terbatas. Semakin lama persekutuan ini kian kuat dan mengancam
kehidupan kaum pekerja yang dilarang berserikat. Dari perkembangan inilah lahir
badan-badan monopoli atau oligopoly yang begitu berkuasa. Tetapi sebagai hasil
dari perjuangan kaum sosialis, negara-negara industri di Eropa memperkenankan
kaum buruh membentuk serikat pekerja untuk memperjuangkan nasibnya.
Pada awal abad ke-20 zaman
keemasan individualisme ekonomi mulai pudar. Perag Dunia I (1914-1918) mendorong
negara-negara kapitalis memberlakukan banyak auran yang mengekang sistem pasar
bebas. Krisos ekonomi pada decade 1920an juga mendorong negara-negara Eropa
untuk menyusun industrinya masing-masing dengan berbagai proteksi. Pada tahun
1929 krisis hebat melanda kapitalisme disusul dengan bayangan bangkitnya
kembali Fascisme Jerman dan Italia. Berbagai regulasi diberlakukan agar ekonomi
rakyat tidak ambrug. Pada masa inilah gagasan Ekonomi Terpimpin atau yang
semacam itu mulai diterapkan di beberapa negara Eropa.
Menjelang
berakhirnya Perang Dunia II, seorang ahli ekonomi terkenal Karl Polanyi menerbitkan
buku yang kemudian masyhur The Great
Transformation (1944). Dia mengecam keras masyarakat industri kaplitalis
yang mendasarkan perkembangan ekonominya pada sistem pasar bebas. “Dengan
mengakui mekanisme pasar sebagai satu-satunya penentu nasib manusia dan kondisi
alam lingkungannya,” kata Polanyi, “kerusakan besar akan menimpa masyarakat.”
(hal 73). “Kerusakan itu tidak akan
terjadi jika kepentingan masyarakat tidak diabaikan di atas kepentingan
individu.”
Pandangan
Polanyi dan lain-lain berpengaruh besar di dunia, ditopang lagi dengan Perang
Dingin antara Blok Barat yang kapitalis dengan Bolok Timur yang
sosialis-komunis. Neo-liberalisme untuk sementara waktu harus bertiarap.
Memasuki dekade 1970an sistem
sosialisme mulai memperlihatkan kegagalan dan negara-negara industri mulai
mengalami krisis. Keyakinan akan keunggulan sistem pasar bebas mulai bertunas
kembali. Pada tahun 1974 Robert Nozick, seorang filosof politik Amerika,
menerbitkan buku Anarchy, State and
Utopia yang kemudian masyhur dan dianggap sebagai tanda nyata lahirnya
kembali liberalisme dalam bentuknya baru. Dalam bukunya itu Nozick mengatakan
bahwa tugas negara bukanlah memaksakan sistem dan pola tertentu bagi kehidupan
warna negara, termasuk kehidupan sosial, ekonomi, dan kebudayaannya.
Menurutnya, gagasan
tentang keadilan dan pemerataan bertentangan dengan kodrat manusia yang
menginginkan kebebasan penuh. Negara karenanya tidak boleh melakukan intervensi
atas apa yang berlalu di pasar. Biarkan pemodal dengan modalnya saling bersaing.
Peranan negara dengan demikian harus ditekan seminimal mungkin dalam kehidupan
sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Urusan negara yang terpenting adalah
menentukan kebijakan luar negeri. Berdasar pemikiran Nozick, seorang ahli
ekonomi terkenal dari Universitas Chicago Friedrich von Hayek dan para
pengikutnya seperti Milton Friedman mengembangkan pemikiran yang dikenal dengan
sebutan ekonomi pasar bebas atau neo-liberalisme
Pada akhir 1970an gagasan
neo-liberalisme mulai tersebar luas dan diterima banyak sarjana dan pemimpin
negara maju. Antara lain Ronald Reagan dan Margareth Tatcher. Tatcher sendiri
adalah seorang pengikut von Hayek, yang meyakini kebenaran teori Darwin tentang survival of the fittest. Begitu terpilih jadi PM Inggeris pada tahun
1979, ia mencanangkan doktrin neo-liberalismenya yang dikenal dengan sebutan
TINA (There is No Alternative). Dalam doktrinnya itu dikemukakan keutamaan
persaingan bebas dalam kehidupan manusia, termasuk persaingan antar bangsa,
negeri, perusahaan besar, dan umat berbeda agama, serta persaingan antar
individu dalam masyarakat (Susan George 1999).
Persaingan bagi Tatcher
adalah kebajikan tertinggi. Akibat-akibat daripadanya tidak boleh dipandang
buruk. Pasar adalah pusat kebijakan dan kebajikan tertinggi, menggantikan
peranan Tuhan. Sebagaimana Tuhan pula ia dapat menelorkan kebaikan dari sesuatu
yang tampaknya jahat dan buruk. Melalui kebijakannya itu sector public
dihancurkan. Akibatnya antara tahun 1979-1995 jumlah pekerja di Inggris
dikurangi dari 7 juta menjadi 5 juta. Sementara itu income yang diperoleh
negara dari pajak bukannya digunakan untuk kepentingan public, melainkan untuk
menutupi hutang perusahan-perusahaan besar dan memberikan suntikan modal baru
agar bangkit kembali dari kebangkrutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar