Menurut Gus Dur pada garis besarnya, ada tiga macam responsi dalam
hubungan antara Islam dengan negara di Indonesia , yaitu responsi
integratif, responsi fakultatif, dan responsi konfrontatif. Dalam responsi
integratif, Islam sama sekali dihilangkan kedudukan formalnya dan umat Islam tidak
menghubungkan ajaran agama dengan ursan negara. Hubungan antara kehidupannya
dengan negara ditentukan oleh pola hidup kemasyarakatan yang disepakati bersama.
Dengan kata lain, kalau mereka menjadi muslim yang sesuai dengan standar, itu
terjadi karena latar belakang pendidikan dan kultural masing-masing.
Sedangkan
sikap responsif fakultatif adalah jika kekuatan gerakan Islam cukup besar di
parlemen atau di MPR maka mereka akan berusaha membuat perundang-undangan yang
sesuai dengan ajaran Islam. Kalau tidak, mereka juga tidak memaksakan,
melainkan menerima aturan yang dianggap berbeda dari ajaran Islam. Sedangkan
sifat konfrontatif, sejak awal menolak kehadiran hal-hal yang dianggap “tidak
Islami”.
Gus Dur
sejalan dengan organisasi afiliasinya NU mengambil bentuk yang pertama.
Mayoritas umat Islam Indonesia mendukung negara Pancasila dan hanya sedikit
yang menginginkan berdirinya negara Islam dan itupun dilakukan dengan cara
damai karena mereka tidak melawan otoritas pemegang kekuasaan negara melainkan
dengan membangun “masyarakat ideal” yang diyakini sebagai pelaksanaan konsep
negara dalam Islam. Konsep “masyarakat ideal” ini yang secara konsisten
dirumuskan oleh para pemikir Muslim modern sejak al-Afghani hingga Sayid Qutb
dan al-Maududi (Wahid, 1998: 69).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar